Fraksi GAP Dorong Optimalisasi PAD dan Transparansi Pengelolaan Anggaran APBD 2025
SANGATTA – Fraksi Partai Gelora Amanat Perjuangan (GAP) memberikan pandangan umum dalam Rapat Paripurna ke-20 masa persidangan pertama tahun sidang 2024/2025 di ruang sidang utama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) pada Jumat (22/11). Pandangan umum ini disampaikan terkait Nota Penjelasan tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim untuk tahun anggaran 2025, yang dibacakan oleh Mulyana.
Dalam penyampaiannya, Fraksi GAP menekankan sikap kritis dan tegas terhadap Rancangan Peraturan APBD 2025. “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap pembahasan anggaran ini benar-benar demi kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,” ungkap Mulyana.
Sebagai bagian dari tugasnya dalam fungsi legislatif, Fraksi GAP memberikan pandangan terkait Analisis Pendapatan Daerah. Menurut mereka, komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya mencapai Rp 358,388 miliar, atau sekitar 3,21 persen dari total pendapatan daerah, menunjukkan rendahnya kontribusi PAD terhadap keseluruhan pendapatan. Fraksi GAP mendorong pemerintah daerah untuk lebih fokus pada optimalisasi potensi lokal seperti sektor pariwisata, retribusi, dan pengelolaan aset daerah.
Mulyana juga mencatat bahwa pendapatan transfer yang sebesar Rp 10,245 triliun (91,86 persen dari total pendapatan daerah) menjadi tumpuan utama dalam APBD Kutim. Ketergantungan pada dana transfer, menurutnya, menandakan adanya kelemahan struktural yang perlu diperbaiki dengan diversifikasi sumber pendapatan daerah.
Selain itu, Fraksi GAP menyoroti analisis belanja daerah, di mana belanja operasi sebesar Rp 5,603 triliun (50,3 persen dari total belanja) sebagian besar digunakan untuk gaji pegawai dan pengadaan barang serta jasa. Fraksi GAP mengingatkan agar alokasi ini tidak didominasi oleh belanja pegawai, sehingga masih ada ruang untuk program pembangunan yang langsung berdampak pada masyarakat.
Belanja modal sebesar Rp 4,321 triliun (38,8 persen dari total belanja) pun mendapat perhatian dari Fraksi GAP karena mencerminkan investasi di infrastruktur dan aset daerah. Namun, mereka menekankan pentingnya transparansi dan efisiensi dalam pelaksanaannya.
Fraksi GAP juga memberikan rekomendasi terkait belanja tidak terduga sebesar Rp 20 miliar, yang meskipun kecil, tetap penting untuk menghadapi keadaan darurat. Selain itu, belanja transfer yang sebesar Rp 1,191 triliun harus dilaksanakan dengan mekanisme yang transparan agar tidak menimbulkan ketimpangan atau potensi penyalahgunaan.
Untuk pembiayaan daerah, Fraksi GAP mengkritik pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 15 miliar untuk penyertaan modal kepada BUMD, yang harus dilengkapi dengan kajian kelayakan investasi yang transparan dan memperhitungkan proyeksi keuntungan serta dampaknya bagi masyarakat.
Sebagai masukan, Fraksi GAP menekankan pentingnya optimalisasi PAD dengan fokus pada sektor potensial seperti agribisnis dan pariwisata, efisiensi belanja operasi untuk meningkatkan alokasi pada program-program prioritas, serta evaluasi belanja modal untuk memastikan proyek-proyek infrastruktur relevan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu memacu pertumbuhan ekonomi.
Fraksi GAP juga menyerukan peningkatan transparansi pengelolaan anggaran dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan, khususnya dalam pelaksanaan belanja modal dan bantuan. “Peningkatan transparansi akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tandasnya. (Adv)