DPRD Kukar Tegaskan Perlindungan Santri dalam Kasus Pencabulan di Pesantren

PENAKALTIM.ID Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara bersama DPRD Kukar menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas kasus pencabulan yang melibatkan seorang tenaga pengajar di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang. Kasus tersebut mengemuka setelah terungkap tujuh santri menjadi korban.
Anggota DPRD Kukar, Andi Faisal, menyampaikan ada tiga fokus utama hasil rapat tersebut. Pertama, memastikan pelaku mendapat hukuman setimpal. Kedua, memberikan pendampingan psikologis dan sosial bagi korban serta orang tua mereka. Ketiga, mendorong pembenahan tata kelola pendidikan di pesantren.
“Masalah ini luar biasa serius. Korban tidak hanya perlu pendampingan hingga pulih, tetapi juga perlu ada pembenahan sistem pendidikan di pesantren. Jangan sampai kasus seperti ini terulang,” tegas Andi Faisal, Selasa, 19 Agustus 2025.
Rapat juga menyinggung opsi penutupan pondok pesantren tempat kejadian. Menurut Andi, mayoritas peserta rapat mendorong langkah tegas tersebut. Namun keputusan akhir masih menunggu kajian lebih lanjut. “Ada tahapan yang harus dilalui, bisa berupa pembekuan, pengawasan ketat selama lima tahun, atau penutupan permanen,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut, DPRD Kukar akan menghadirkan psikiater pekan depan untuk melakukan konseling massal. Seluruh santri pondok pesantren akan menjalani pemeriksaan psikologis guna mengidentifikasi dampak lebih luas. Alumni pesantren pun akan dipanggil karena ada indikasi korban tambahan, termasuk santri perempuan.
Langkah lain yakni pembentukan tim adhoc beranggotakan psikolog, psikiater, aparat kepolisian, serta dinas terkait. Tim ini akan bekerja tidak hanya di pondok, tetapi juga melakukan pemeriksaan ke seluruh lembaga pendidikan berasrama di Kukar, baik pesantren maupun sekolah umum.
Selain itu, DPRD Kukar mendorong setiap pondok pesantren dan sekolah berasrama memasang nomor hotline pengaduan. Dinas Sosial bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga diwajibkan melakukan pemantauan rutin setiap tiga bulan sekali.
“Ini bukan sekadar penanganan kasus, tapi perlindungan masa depan anak-anak Kutai Kartanegara. Kami pastikan prosesnya transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” tutup Andi Faisal. (*adv/dprdkukar)




